Kamis, 04 Maret 2010

krisis kepemimpinan di indonesia dan solusinya

PENDAHULUAN
Dunia yang kita tinggali hari ini berada dalam sebuah fenomena global: krisis kepemimpinan. Pakar kepemimpinan John Gardner mengungkapkan bahwa ketika Amerika didirikan, ia memiliki sekitar tiga juta penduduk. Dari jumlah tersebut, muncul enam pemimpin kelas dunia - George Washington, John Adams, Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, James Madison, dan Alexander Hamilton. Pada tahun 1987 dengan populasi lebih dari 240 juta penduduk, Amerika seharusnya memiliki 480 pemimpin kelas dunia. Namun dimanakah mereka? Pertanyaan yang sama bukan saja berlaku di Amerika. Krisis kepemimpinan terjadi di berbagai negara, termasuk tentunya Indonesia. Pertanyaan yang sama juga bukan saja berlaku dalam organisasi dan domain politik, tetapi juga bisnis, pendidikan, social, dan religius.

KRISIS KEPEMIMPINAN DI INDONESIA DAN SOLUSINYA

Perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa menuju negara yang demokratis terus tertatih-tatih karena kelangkaan elite politik yang mampu memimpin dengan integritas moral dan kapabilitas kepemimpinan yang profesional. Ketika pejabat pemerintah di berbagai tingkat haus kuasa dan terus ingin berkuasa, maka orientasi melayani rakyat semakin sirna sementara ambisi untuk berkuasa semakin mengental.
Kepemimpinan dan kredibilitas tergantung pada hati, bukan hanya otak. Sepenggal ungkapan Barry Z. Posner, Penulis The Leadership Challage dan Credibility. Kedua hal tersebut seharusnya ada pada setiap pemimpin bangsa ini, punya Intelektualitas yang cerdas dan juga punya hati yang ikhlas untuk memimpin bangsa ini lepas dari berbagai permasalahan yang semakin kompleks. Dengan penyatuan dua hal tersebut tentunya akan mampu membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia menuju kesejakteraan umum, kecerdasan bangsa, dan keadilan sosial sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
Melihat pemimpin bangsa saat ini, cita-cita luhur proklamasi tersebut agaknya hanya akan ada dalam impian. Pemimpin bangsa telah kehilangan hati dan otak (baca: Intelektual). Miskinnya hati nurani, terbukti dengan semakin banyaknya kasus-kasus memalukan dilakukan pejabat yang notabene pemimpin bangsa di semua lini tatanan pemerintahan, mulai dari pelecehan seksual anggota dewan hingga penyuapan jaksa. Kegagalan bangsa ini lepas dari permasalahan adalah indikator bahwa para pemimpin tidak punya kapabilitas intelektual yang cukup. Kebijakan-kebijakan yang mereka ambilpun lebih cenderung pada solusi instant terhadap permasalahan yang saat itu mereka hadapi, bukan pada penyelesaian masalah secara komprehensif. Dengan pola pikir pemimpin seperti itu, tidak mengerankan jika pemimpin lebih memilik menjual asset bangsa dari pada mencari alternative solusi lain.

I. Kondisi Kepemimpinan Di Indonesia
Terdapat 34 partai peserta pemilu 2009, 18 partai diantaranya merupakan partai baru. Banyaknya partai peserta pemilu adalah bukti betapa demokratisnya bangsa ini, terlepas motif apa yang melatar belakangi pendirian partai tersebut. Disisilain banyaknya partai baru tentunya karena disebabkan ketidak percayaan masyarakat untuk dipimpin orang lain, sehingga “mereka” berbondong-dondong mendirikan partai-partai politik. Jika kita lihat meskipun banyak partai baru, orang-orang yang duduk dalam pucuk pimpinan partai tersebut adalah politikus-politikus lama. Mereka hanya hijrah ke lain haluan karena tidak lagi menjadi pucuk pimpinan di partai yang lama.
Kondisi tersebut adalah sebuah refleksi nyata para pemimpin bangsa ini mereka cenderung untuk memperjuang diri mereka. Jadi bukan hal aneh ketika menjelang pemilu mereka datang lewat layar-layar televisi layaknya dewa penyelamat yang akan membawa bangsa Indonesia lepas dari berbagai permasalahan. Dan tentunya kita cukup cerdas untuk menentukan pemimpin dalam pemilu dengan melihat mereka track record mereka dalam kancah kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan pokok yang sangat penting di dalam suatu bangsa dan masyarakat. Krisis yang di alami oleh bangsa Indonesia yang berkepanjangan dan belum ada jalan keluarnya menyadarkan semua bahwa di perlukan model kepemimpinan baru karena jika yang lama diteruskan bangsa ini tidak bisa keluar dari krisisnya bahkan akan membawa bangsa ini terpuruk. Jika tidak ada model yang baru, maka pemimpin yang berperan sebagai nahkoda bangsa akan terus membawa kapal Indonesia ini berputar tanpa arah.
Kepemimpinan bangsa ini sedang mengalami titik yang terendah sepanjang sejarah, karena akhirnya semua disadarkan bahwa walaupun bangsa ini sudah ada lebih dari 62 tahun merdeka dan sudah bergonta-ganti pemimpin dengan segala tipenya, tetapi masalah bangsa ini semakin berat. Beberapa era sudah di lewati, Era Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi satu dekade tampaknya hanya jalan ditempat atau bahkan mengalami kemunduran. Orde baru bukannya meningkatkan taraf hidup masyarakat, tetapi membawa kesengsaraan mayoritas warga dan mewariskan bahaya disintegrasi nasional (Kazhim dan Alfian Hamzah, 1999:56). Walaupun banyak keberhasilan ekonomi dan sosial, Orde Baru akhirnya erat terkait dengan represi politik yang kejam, korupsi yang mencolok dan nepotisme, serta tiadanya kepastian hukum dan lemahnya penegakan hukum (Wie, 2005 : ixi).
Menurut Mannulang (2008) persoalan kepemimpinan yang dihadapi bangsa ini adalah karena model pemimpin yang sudah dibangun dimasyarakat adalah sesuatu yang salah, juga proses untuk menghasilkan pemimpinpun tidak mendukung untuk menghasilkan produk pemimpin yang benar.
Sementara menurut Laksmono (2008), situasi Indonesia sekarang karena konsep kita belum terbangun menyiapkan pemimpin, sehingga muncul politisi aktor dadakan. Dan yang perlu kita kritisi, kesiapan konsep di luar negeri ada konsep kabinet bayangan untuk menjadi acuan yang mempunyai terobosan. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh partai yang padahal harus mereka siapkan untuk menjalankan konsep pemerintahan, jika nanti partainya menang. Akibat belum ada acuan yang kuat dalam kepemimpinan menurut Bambang, mengakibatkan terjadi koalisi dan kompromi yang sampai hari ini belum menyiapkan konsep koalisi yang sempurna untuk rakyat
Di tengah pengap dan gegap gempitanya jeritan ekonomi rakyat yang belum nampak ke arah perbaikan yang berarti. Lobi-lobi politik di tingkat elite sudah mulai dieratkan seiring isu-isu politik yang berpengaruh pada dampak kebijakan dan pamor tokoh-tokoh politik dan yang ditokohkan. Persoalan dalam negeri yang membludak seperti air bah rupanya tidak menyurutkan langkah beberapa mantan presiden yang sebelumnya telah gagal memimpin bangsa ini ke arah perbaikan. Miris memang kegagalan memimpin bangsa ini ke arah perbaikan nasib rakyat di masa lalu bukan menjadi bahan introspeksi dan sadar diri akan hakekat pemimpin yang sebenarnya ini malah semakin kecanduan. Dengan dalih rakyat masih mempercayainya untuk mencalonkan diri jadi presiden (Mulyani, 2008).
Sikap kesewenang-wenangan terhadap nasib dan harta rakyat telah menjadikan lupa diri bahwa mereka pengayom rakyat bukan perampok rakyat. Gemerlapan kemewahan telah menjadikannya lupa pada posisinya sebagai pelayan masyarakat yang dititipi amanah untuk memperbaiki nasib rakyat yang semakin hancur akibat didera kesulitan hidup yang tiada henti-hentinya.
Kualitas kepemimpinan bangsa akan terlihat pada masyarakat yang marjinal, yang minoritas, yang ada di lapisan bawah; yaitu apakah mereka semakin diberdayakan untuk menjadi lebih sejahtera dan mandiri. Jika indikator ini tidak muncul, salah satu sebabnya adalah karena bangsa tersebut tidak memiliki kepemimpinan yang solid.

II. Mengatasi krisis kepemimpinan di Indonesia.

Atas banyaknya permasalahan kepemimpinan dan permasalahan bangsa yang tidak kunjung henti, menyebabkan rakyat tidak lagi percaya dengan kepemimpinan di Indonesia saat ini. Hal ini disebabkan karena moral para pemimpin kita yang rendah. Rakyat tidak butuh pemimpin yang pintar dan piawai berpidato, berpendidikan tinggi sampai S3, berpangkat militer tinggi hingga Jenderal tapi kerjanya hanya menipu dan memperdayakan rakyat. Tetapi rakyat butuh pemimpin yang mendengar tangisan pilu nasibnya dan mengulurkan tangannya untuk berdiri tegak bersama-sama dalam mengatasi masalah dengan asas kejujuran dan kepercayaan serta kerendahan dan kesederhanaan. Rakyat butuh pemimpin memikirkan masa depan anak-anak bangsa. Rakyat butuh pemimpin yang berani mengambil kebijakan untuk mengkounter harga-harga bahan pokok dan menghilangkan kebijakan pengendalian harga pada kelompok tertentu, hingga harga kebutuhan pokok dapat terjangkau hingga dapat makan nasi putih yang hangat dengan sekerat tempe sudah cukup bagi mereka
Menurut Barry Z. Posner kepemimpinan dan kredibilitas tergantung pada hati, bukan hanya otak. Kedua hal tersebut seharusnya ada pada setiap pemimpin bangsa ini, punya intelektualitas yang cerdas dan juga punya hati yang ikhlas untuk memimpin bangsa ini lepas dari berbagai permasalahan yang semakin kompleks. Dengan penyatuan dua hal tersebut tentunya akan mampu membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia menuju kesejahteraan umum, kecerdasan bangsa, dan keadilan sosial sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
Sedangkan menurut Laksmono (2008) bahwa akibat belum ada acuan yang kuat dalam kepemimpinan, mengakibatkan terjadi koalisi dan kompromi yang sampai hari ini belum menyiapkan konsep koalisi yang sempurna untuk rakyat. Resep yang bisa menjadi solusi bagi bangsa adalah kepemimpinan yang akan muncul tidak cukup dengan pesona, tapi konsep dan harus bisa menyemangati masyarakat ikut membangun.
Melihat situasi yang sudah genting, maka di butuhkan keberanian dan terobosan untuk munculnya pemimpin dengan model baru yaitu pemimpin yang memiki motivasi yang bersih untuk mengutamakan kepentingan rakyat banyak dan bukan untuk kepentingan yang lain, untuk hal ini dibutuhkan pemimpin yang bersih dari hutang politik dan hutang janji kepada kelompok manapun.
Dibutuhkan pemimpin yang memiliki visi yang jelas untuk memberi arah penyelesaian dari krisis berkepanjangan dan mempercepat mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang di buat dalam program jangka pendek, menengah dan panjang dengan kriteria keberhasilan yang dapat diukur.
Pemimpin yang berani untuk mengubah paradigma mengemis minta bantuan dari bangsa lain dengan paradigma mempercayai bahwa bangsa dengan segala potensinya mampu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa atau bersama bantuan dari bangsa lain. Kalaupun ada perjanjian dengan bangsa lain harus sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat banyak, jika tidak perjanjian itu harus dievaluasi bahkan dibatalkan.
Proses melahirkan kepemimpinan yang ada harus dibaharui, karena yang ada sekarang hanya menghasilkan pemimpin yang penuh dengan hutang politik dan balas budi kepada orang dan kelompok tertentu, ini harus dihentikan.
Cara berpikir dan cara mengelola negara ala presiden Soeharto harus segera diakhiri. Presiden Soeharto dulu berperilaku seperti raja Jawa yang melibatkan seluruh wilayah negara sebagi kerajaannya dan setiap provinsi bukan saja harus membayar upeti ke pemerintah pusat, tetapi juga harus tunduk dan taat kepada kehendak dan otoritas sentral. Akibat manajemen yang demikian, kini kita harus memikul akibat yang membawa rawan perpecahan (Kazhim dan Alfian Hamzah, 1999:83).
Adanya pelatihan-pelatihan kepemimpinan di kampus-kampus harus tetap ditingkatkan agar terjadi regenerasi kepemimpinan yang dinamis dan berkesinambungan. Dan sebagai upaya untuk membentuk kader-kader bangsa yang tangguh, berkepribadian dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mahasiswa sebagai agen of change harus benar-benar sadar atas apa yang telah mereka sandang selama ini, mereka tidak hanya berpangku tangan saja atas apa yang sedang terjadi di negara ini. Tetapi ikut memikirkan bagaimana nasib bangsa ini kedepan, bagaimana memajukan bangsa ini agar terbebas dari berbagai permasalahan bangsa yang semakin hari semakin sulit.
Bacaan;
http://www.glorianet.org/index.php/sendjaya/1460-kepemimpinan
http://www.bloggaul.com/martanto/readblog/100039/krisis-kepemimpinan-di-indonesia
http://rudi.staff.uns.ac.id/2008/09/24/krisis-moral-pemimpin-bangsa-saatnya-pemuda-buktikan-idealisme/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar